Halo temans... inilah aku dengan seragam pramukaku. Seperti bukan anak TK lagi ya ? Nenek bilang udah kaya anak sekolah dasar, mungkin karena tubuhku yang tinggi dan agak berisi kali ya... :)
Oh ya, ini adalah hari ke-4 aku bersekolah. Setiap hari kamis kami memakai seragam pramuka ini. Ini kali pertama aku mengenakan seragam coklat ini. Awalnya terasa agak aneh bagiku karena atributnya yang lebih banyak dari seragam2 lainnya, seperti adanya slayer merah putih beserta cincin pengikatnya. Aku begitu penasaran dengan atribut yang satu ini, bagaimana cara memakainya, maka segera setelah mandi pagi, aku minta dipakaikan seragamku sama Mama. Begitu selesai dipakaikan semuanya, aku baru ngerti, o... ternyata begini cara pakainya :)
Thursday, October 30, 2008
Seragam Pramukaku
Wednesday, October 29, 2008
Terlalu lekat pada Ibu
Karena kondisi-konsisi tertentu, anak bisa menjadi tidak mandiri dan ingin terus melekat pada ibunya. Berikut salah satu cerita dari seorang ibu yang pernah mengalami hal ini serta tanggapan dari seorang pakar Fsikologi...
“Karena Lahir Adiknya”
Anak saya yang lekat terus pada saya adalah Riko (nama samaran), anak kedua saya. Setiap hari kalau saya ke kantor, pasti dia menangis dan minta digendong. Jadi, sebelum pergi, saya harus menggendongnya sampai naik ke kendaraan. Tangisnya baru berhenti kalau saya lenyap dari pandangannya. Begitu juga kalau saya hanya pergi sebentar, entah ke warung atau ke apotik, pasti Riko minta diajak. Dia tidak pernah bisa ditinggal.
Di rumah pun, dia minta digendong terus menerus. Alasannya, dia merasa capai. Kalau saya mau ke kamar mandi, untuk mandi atau keperluan lain, pasti Riko maunya ikut saya. Padahal, sudah saya jelaskan saya mau mandi dulu. Tetap saja dia tidak mau ditinggal dan minta ikut. Ada saja alasannya, mau pipislah, mau buang air besarlah dan sebagainya. Tapi sesampainya di kamar mandi, dia tidak melakukan apa yang dia sebutkan tadi itu. Dia cuma beralasan agar bisa ikut saya ke kamar mandi.
Begitu juga kalau tidur. Sampai sekarang Riko masih sekamar dengan saya, ayahnya dan adiknya. Sedangkan si sulung sudah pisah kamar. Sebelum tidur, saya harus memeluknya sampai dia terlelap. Baru, setelah itu, saya menemani adiknya. Kalau tidak... pasti Riko menangis.
Tentu saja saya pernah kesal menghadapi dia. Saya pernah mendiamkannya ketika Riko sedang menangis meraung-raung. Tapi mendengar dia terus menangis, lama kelamaan saya kasihan. Akhirnya, ia saya gendong dan langsung diam.
Dalam hati kecil sebenarnya saya senang dia lekat terus pada saya. Itu artinya ‘kan dia membutuhkan saya. Tapi saya juga khawatir, kalau lekat terus pada saya, ia jadi tidak mandiri. Padahal, ia sudah punya adik.
Sebelum lekat terus pada saya, di usia 1,5 tahun, Riko menempel betul pada pengasuhnya. Kalau mau tidur, yang dicari adalah pengasuhnya. Saya cemburu sekali. Karenanya, saat anak ketiga lahir, saya tidak memakai tenaga pengasuh lagi. Riko pun jadi lengket sekali pada saya.
Kalau saya perhatikan, melekatnya Riko pada saya adalah sejak adiknya lahir. Dia kelihatannya cemburu sekali pada adiknya. Kalau saya gendong adiknya, dia langsung meminta saya untuk meletakkan adiknya dan menggendong dia. Bahkan saya pernah menggendong keduanya. Satu tangan menggendong Riko, satu tangan menggendong adiknya.
Menariknya, kalau pada kakaknya, Riko tidak cemburu. Kalau mainannya dipinjam kakaknya dia tidak berkeberatan. Lain kalau mainannya dimainkan adiknya, langsung direbut sambil berkata, “Ini punyaku”.
Untuk mengatasi sikap itu, saya mencoba memberikan pengertian dengan mengatakan, ”Masa Riko minta gendong terus sama Mama? Adik aja enggak. Malu dong sama adik.” Saya juga kini tengah mempersiapkan Riko masuk TK di tahun ajaran baru ini agar dia bergaul dan punya lingkungan sosial yang tepat.
Berikut tanggapan dari seorang pengajar Fsikologi.
Anak Kurang Merasa Aman dan Nyaman
Sebenarnya periode kelekatan pada anak usia 1 - 2 tahun masih wajar. Anak di usia ini sedang butuh kelekatan dengan figur afektif. Misalnya, ibu, ayah, babysitter , atau kakek-nenek. Anak akan lekat pada figur yang membuat dia merasa aman dan nyaman. Pada proses itu, t rust, atau pembentukan rasa percaya dan aman, terjadi.
Ketika melewati usia 2 tahun, anak seharusnya mulai bisa dilepas sendiri, karena dia mulai masuk tahap otonomi. Artinya, ia mulai mampu melakukan apa-apa sendiri. Ia bereksplorasi ke lingkungan sekitar sendiri, bisa lepas dari orang tuanya dan bergaul dengan orang lain atau beradaptasi dalam lingkungan baru. Jadi, si kecil pun tidak harus dengan ibunya terus menerus.
Kita menyebut seorang anak clinging, atau terlalu lekat, apabila anak usia 3 tahun ke atas masih melekat terus pada ibunya atau figur afektif. Misalnya, anak itu mau ikut ke mana pun ibu pergi dan menangis jika tidak boleh ikut. Atau, saat masuk sekolah, dia harus ditunggui terus menerus. Masuk ke suatu lingkungan baru tidak bisa, maunya dengan ibu.
Penyebab clinging pada dasarnya adalah karena kurangnya rasa aman dan nyaman ( insecure ) dalam diri anak. Rasa aman ini bisa terganggu misalnya pada seorang anak yang adiknya baru lahir. Ia melihat bahwa sosok baru ini menguasai figur signifikan dia (ibunya), sehingga rasa amannya terancam. Pola asuh yang over protektif dan selalu menuruti segala permintaan anak juga bisa menyebabkan anak clinging . Anak selalu dilindungi dan tidak diberi kesempatan melakukan apa-apa yang semestinya bisa ia lakukan sendiri. Jadi, ketika anak harus sendirian, dia merasa tidak aman. Tapi, sebaliknya, anak yang tidak mendapat pemenuhan proteksi dari ibunya pun dapat merasa tidak aman.
Pada kasus ibu rumah tangga penuh, harus dilihat kualitas kebersamaan dengan si kecil, bukan hanya kuantitasnya. Artinya, kehadiran ibu itu memang positif, namun lebih positif lagi jika ibu memberi sesuatu untuk anak; yaitu perhatian dan kasih sayang. Ini lebih efektif. Ibu rumah tangga yang 24 jam ada di rumah kalau bukan berarti ia memberikan perhatian dan kasih sayang yang cukup dan sesuai untuk anaknya.
Apabila anak lebih dari satu, apakah porsi kasih sayang orang tua cukup seimbang antara anak yang satu dengan yang lain? Kadangkala kalau anak berikutnya datang, anak lain bisa terabaikan. Anak itu peka sekali jika ada orang baru hadir dalam kehidupannya. Penting diperhatikan bahwa anak butuh perhatian yang sama besarnya walaupun anak berikutnya lahir.
Kalau anak terlalu lekat, maka ibu harus lebih peka bahwa anak ini insecure . Pada ibu bekerja, misalnya, tunjukkan pada anak bahwa walaupun ibu pergi, ibu akan kembali dan tetap ada untuk anak. Coba pahami juga tentang kegelisahan dan ketakutannya jika ibu tidak ada di sampingnya. Caranya, dengan langsung menanyakan kepadanya.
Memasukkan anak ke playgroup atau Taman Kanak-kanak juga bisa menjadi langkah tepat, sepanjang anak tidak dilepas begitu saja. Langkah ini mengalihkan anak ke lingkungan sosial agar dia bisa berinteraksi dan membentuk dunianya dengan orang lain, bukan hanya orang tuanya. Namun katakan pada anak, di hari pertama sekolah ibu akan menunggui dan keesokan harinya dia bisa bersekolah sendiri.
Evi Sukmaningrum S.Psi .
Staf pengajar Fakultas Psikologi, Universitas Atma Jaya, Jakarta
Sumber: Ayah Bunda Online
Tuesday, October 28, 2008
Plontos yang tetap menawan...
Hari ke- II sekolah
Oh ya, walaupun masih baru disekolah ini, tapi dari hari pertama aku sudah berani ditinggal Mama Papa lhoo. Mama hanya mengantar sampai pintu kelas, dan menungguiku sebentar diluar kelas sambil sesekali ngintip2 ke dalam kelas (mungkin pingin tau gimana hari pertamaku sekolah).
Tadi guru kelasku ngasih laporan ke Mama, katanya aku lumayan cepat dan langsung bisa mengikuti pelajaran dikelas. Alhamdulillah... aku, juga Mama senang mendengarnya.
Monday, October 27, 2008
Start to school (again)
Btw, di fotonya aku nyaris ngga kliatan ya... itu aku yang lg digandeng bu guru.. hehe :D
Karena masih hari pertama, mama daftarin aku hari ini, trus langsung ikut belajar, jadinya aku belum pakai seragam seperti teman2 yang lainnya. Dan kebetulan, di kelasku ada anak baru juga, teman satu kompleks malah, cewe, namanya Frisa. Jadi hari ini aku dan frisa sama2 belum pakai seragam sekolah.